URnews

Hey, Kalian Bisa Gak Menangin Kotak Kosong di Pilkada 2018?

Urbanasia, Senin, 22 Oktober 2018 13.32 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Hey, Kalian Bisa Gak Menangin Kotak Kosong di Pilkada 2018?
Image: istimewa

Urban Asia - Standarnya semua pihak penyelenggara pemilu, khususnya seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) lumrah meminta kita anak muda buat partisipasi di pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2018. Ya tapi jawaban dari kebanyakan kita, ngapain milih, yang ada nasib kita gitu - gitu aja, ga ada perubahan. Santai, lo bukan satu - satunya orang yang berpikiran seperti itu, tapi lo diantar ratusan atau bahkan jutaan orang yang seperti itu, berarti pasaran dong?, hehe. Mau negasin aja, golput atau gak menggunakan hak pilih di era majunya teknologi dan terus berkembangnya demokrasi, itu udah gak ada keren - kerennya. Kita sedikit main kutipan dulu deh. Ada seorang Penyair Jerman, namanya Berthold Brecht (1898 – 1956) bilang, "Buta yang terburuk adalah buta politik, dia tidak mendengar, tidak berbicara, dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Dia tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, biaya sewa, harga sepatu dan obat, semua tergantung pada keputusan politik. Orang yang buta politik begitu bodoh sehingga ia bangga dan membusungkan dadanya mengatakan bahwa ia membenci politik. Si dungu tidak tahu bahwa dari kebodohan politiknya lahir pelacur, anak terlantar, dan pencuri terburuk dari semua pencuri, politisi buruk, rusaknya perusahaan nasional dan multinasional yang menguras kekayaan negeri." Nah, jleb banget gak tuh kata sih Berthold. Buat lo semua yang mau 'taubatan politik', ada momentumnya nih di Pilkada serentak 2018. Ada fenomena menarik di Pilkada kali ini, yaitu terdapat 18 daerah yang melaksanakan Pilkada dengan calon tunggal, lawannya siapa?, lawannya kotak kosong. Lha bisa?. Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini bilang, penyebab meningkatnya jumlah calon tunggal itu karena partai politik sudah beradaptasi dengan Pilkada dari tahun 2015. Partai politik, kata Titi, beranggapan bahwa Pilkada hanya sebagai lahan perebutan kekuasaan, bukan sebagai lahan menguji mesin partai, menjalankan kaderisasi, serta evaluasi partai. Titi pun menambahkan, belum lagi masih adanya mahar politik yang terselubung di dalam partai politik. Inti kesimpulannya, partai politik tidak menjalankan tugas dan fungsinya dengan benar sih. Padahal jumlah partai politik di Indonesia terus berkembang lho guys, sekarang ada 16 partai politik, termasuk partai yang baru. Berarti sami mawon dong?. Benedict Anderson dalam bukunya "Revoloesi Pemoeda: Penduduk Jepang dan Perlawanan di Jawa 1944 - 1946" menyatakan Revolusi Indonesai tak terlepas dari peran perlawanan pemudanya. Menurut Ben sangat jelas semangat pemuda yang tidak mau tunduk dengan golongan tua (status quo) dan gambaran pemuda yang rela berkorban demi kemerdekaan bangsanya. Nah, apa kita mau diem aja nih melihat fenomena kotak kosong dengan kegagalan tugas dan fungsi partai politik?. Perlawanan bisa kita lakukan, sekarang!!!. Calon tunggal yang melawan kotak kosong, untuk menang diwajibkan mendapat suara 50% plus 1 dari total suara pemilih. Jika tidak memenuhi, akan dilakukan pemilihan ulang ditahun depannya. Buat kalian yang di daerahnya pelaksanaan Pilkada serentak hanya diikuti oleh calon tunggal dapat menggalang perlawanan untuk memenangkan kotak kosong dan mengalahkan kekuatan partai politik dengan kedaulatan masyarakat atau pemilih. Namun, sebelumnya mesti dievaluasi terlebih dahulu, apakah calon tunggal itu mempunyai rekam jejak yang baik atau tidak dan berpihak kepada masyarakat banyak atau hanya segelintir orang atau kelompok saja. Kalian generasi muda yang ada di daerah bisa menggalang kekuatan untuk memenangkan kotak kosong. Caranya ga perlu mahal dan ribet, pakai gadget dan media sosial kalian untuk mengkampanyekan kenapa harus memilih kotak kosong, jika tak terpuaskan dengan calon tunggal yang petahana. Dengan begini, harapannya kultur demokrasi kita khususnya Pilkada dapat berubah. Generasi muda semakin kritis dengan pembangunan daerahnya, dan gak menutup kemungkinan akan muncul kelompok pemuda yang mampu dan didukung masyarakat untuk menjadi pemimpin di daerahnya!!!.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait