URnews

Politisi Muda yang Berani Mengkritik dan Siap Dikritik

Urbanasia, Senin, 22 Oktober 2018 13.32 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Politisi Muda yang Berani Mengkritik dan Siap Dikritik
Image: istimewa

Urban Asia – Buat kalian yang menjadi pengamat atau pemerhati perpolitikan di ranah media, khususnya media sosial, tentu sering ketemu dengan beberapa kritik dari politisi muda dong. Baik politisi muda itu berasal dari partai politik (parpol) lama maupun parpol yang baru. Nah, salah satu politisi muda yang lagi ramai dibicarakan karena perkara seputar kritik ialah Putra Sulung dari Presiden ke-6, Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) yakni Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). AHY yang digosipkan akan menjadi calon wakil presiden (Cawapres) entah mendampingi Prabowo Subianto atau Anies Baswedan ini dikabarkan tidak terima dengan kritik yang dilakukan oleh kader Partai Gerindra, Arief Poyuono? Akh yang benar Mas AHY? Bukannya kemarin Mas AHY juga sempat mengkritik Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan mempertanyakan kabar dari program unggulan Pak Jokowi yakni Revolusi Mental? Tapi belum terang sih, siapa yang keberatan, apakah Pak SBY nya atau Mas AHY sendiri. Ini satu hal. Jadi sebenarnya, kritik dari Arief yang juga mantan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu intinya mengatakan Mas AHY masih ‘anak boncel’ dalam konteks Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Kata Arief, AHY memegang jabatan Kodim saja belum pernah. Dari tindakannya ini, Arief mendapat teguran serius loh dari Prabowo. Bahkan sampai mau disidang etik partai, namun belum terlaksana saja. Separah itukah? Di zaman yang katanya reformasi dengan banyaknya politisi muda, kok rasa – rasanya peristiwa ini seperti cermin dari budaya politik lama ya? Sedikit – sedikit sensitif, alergi kritik, dan kultus terhadap pribadi seorang pemimpin. Mestinya di era demokrasi ini, politisi muda dapat menerapkan budaya politik yang modern dong. Kritik dijawab dengan kerja atau menjawab kritik dengan data, bukan terkesan main by pass memesan hukuman kepada ‘si bos’ yang mengkritik. Kalo seperti ini, apa bedanya politisi muda dengan politisi tua di Indonesia? Baik politisi muda maupun politisi tua di Indonesia baiknya dapat melihat lagi arti kritik yang sebenarnya sih. Seperti yang dibilang Penyair sekaligus Kritikus Sastra, Adam Krish dalam tulisannya “How to Live With Critics: Whether You’re an Artist or the President” (2017) dasarnya menyampaikan bahwa setiap orang berhak memberikan penilaian, ia punya hak untuk mengatakan suka atau tidak suka. Namun, kritik eloknya disampaikan dengan cara yang beradab bukan menghakimi pribadi seseorang. Berarti sekali lagi semua politisi di Indonesia harus berani dikritik maupun mengkritik, tapi dengan etika dan aturan yang sesuai. Terlebih para politisi muda, ini menjadi garis pembeda yang tegas dalam menyikapi kritik dengan politisi tua. Jadi buat Mas AHY yang tengah diidentifikasikan atau mengidentifikasikan dirinya sebagai politisi muda yang dapat berkomunikasi dengan pemilih milenial, harus siap dikritik dan mengkritik ya. Buat Pak Arief juga begitu kurang lebih. Mengkritiknya lebih kepada ide atau faktanya, jangan ke pribadi atau sengaja membuat jargon panggilan tanpa dasar. Belajar dari pengalaman sebelumnya Pak Arief yang sempat dituntut PDI-P karena mengatakan PDI-P samadengan seperti PKI. Yuk siap dikritik dan mengkritik dalam politik yang beretika dan beradab!

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait